Jumat, 31 Oktober 2014

Tonggak Bersejarah Bagi BPD Melalui UU No: 6 Tahun 2014 Tentang Desa


BABAK BARU BPD PASCA LAHIRNYA UU No.6/2014 TENTANG DESA

Dengan ditetapkannya UU Desa No. 6/2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalam perubahan. Jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan maka sekarang menjadi lembaga desa. Dari fungsi hukum berubah menjadi fungsi politis. Kini, fungsi BPD yaitu menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes, dan mengawasi pemerintahan desa. Sedangkan tugasnya adalah menyelenggarakan musyawarah desa (musdes) dengan peserta terdiri kepala desa, perangkat desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap desa. Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan segala kebijakan tentang desa.

Dalam acara  Dialog Kebijakan Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam UU Desa yang Baru yang diselenggarakan di Gedung PDAM Kabupaten Magelang, 16 Maret 2014, peserta mengutarakan sejumlah problematika yang dihadapi BPD. Pertama, BPD belum memahami tugas dan pokoknya. Untuk itu dirasakan perlu adanya, pembekalan, bimbingan bagi BPD, baik dari akademisi, camat, atau pihak yang ditunjuk. Kedua, rekrutmen BPD. Biasanya para anggota BPD berasal dari orang seadanya, jarang ada yang minat untuk mendaftarkan diri sebagai BPD. Ketiga, penggajian, Karena BPD tidak mendapatkan gaji seperti kepala desa dan perangkatnya. Ini termasuk salah satu faktor yang menyebabkan BPD tidak menjalakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Setiap kegiatan yang dilakukan BPD perlu menggunakan dana, tetapi tidak ada alokasi anggaran untuk itu.

Khusus mengenai anggaran,  Ahmad Muqowam, Pansus UU Desa DPR RI, menanggapi, selama ini dana yang dialokasikan  ke desa baru 3% dari yang diamanatkan UU No 32 tahun 2004.Dengan adanya UU Desa ini, desa akan mendapatkan alokasi lebih dalam penganggaran. Alokasi itu meliputi ADD (Alokasi Dana Desa) dan DAD (Dana Alokasi Desa). Harapannya, dengan adanya penambahan alokasi tersebut Desa menjadi maju dan mandiri.
Pada masa lalu, desa hanya menjadi objek pembangunan. Desa menjadi arena kepentingan negara. Masyarakat menerima jadi tanpa adanya partisipasi yang baik. Setiap hasil Musyawarah Desa yang diajukan, sering menghasilkan kebijakan yang berbeda. Terkadang SKPD terkait tidak membaca hasil Musyawarah Desa sehingga kebijakan yang turun berbeda dengan kebutuhan masyarakat.  Sekarang berbeda, desa tidak lagi menjadi sistem pemerintahan daerah. Tetapi desa mandiri dengan mendapatkan otonomi sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kapasitas penyelenggara desa agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.   
              
UU Desa ibarat menyapih anak dan anak yang dimaksud adalah Desa. Ini merupakan babak baru bagi desa agar lebih maju dan mandiri. Kunci yang terkandung UU Desa adalah pemberdayaan. Saat ini bukan lagi memberikan ikan tetapi dengan memberikan kail. Desa menyusun perencanaan, mengawasi dalam pelaksanaan dan mengontrol dalam evaluasi. Perencanaan itu harus sesuai realitas bukan sekedar angan-angan belaka. Maka UU Desa memberikan penguatan bagi desa, mereka mandiri dalam menentukan rumah tangganya sendiri. Penguatan tersebut bukan hanya dilakukan bagi desa dan aktor-aktornya tetapi juga pemeritantah daerah, agar tidak setengah hati.
“UU Desa lahir dari perjuangan dan perjalanan yang panjang. Inti dari UU ini adalah mengenai alokasi dana untuk desa. Dalam kaitannya dengan gaji BPD, BPD berbeda dengan perangkat desa. Jika perangkat desa mendapatkan gaji dari tanah bengkok dan lainnya maka BPD tidak mendapatkan gaji. BPD merupakan panggilan jiwa bagi mereka yang peduli dengan desa,” jelas Sutoro Eko.

Inti dari UU ini adalah terletak pada alokasi dana untuk desa. Jika kemarin alokasi dana bagi desa hanya ADD maka saat ini ditambah dengan adanya DAD (Dana Alokasi Desa), selain itu ADD rata-rata juga akan naik. Jika kepala daerah tidak mengalokasikan dana tersebut, dana-dana akan ditarik oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola, tetapi hanya menjadi perantara antara desa dengan pusat.
Terdapat empat komponen bagi desa yaitu: kuat, mandiri, maju dan demokratis. Komponen awal dari sekian komponen ini adalah desa yang mandiri. Jika kemarin desa tergantung kebaikan kepala daerah maka sekarang desa harus memperkuat kedudukannya. Desa bukan lagi kepanjangan dari pemerintah tetapi menjadi pemimpin masyarakat.

Dalam pembangunan, dahulu desa adalah objek atau arena bagi negara, kini  Undang-undangDesa yang baru akan membentengi hal tersebut. Desa bukan lagi berkeliling mengajukan proposal namun kebutuhan dananya telah dicukup dari alokasi-alokasi yang telah dianggarkan dalam UU Desa. Negara memperkuat desa dengan alokasi dana sehingga pada waktu kampanye pemilih umum tidak aka ada calon-calon yang menjanjikan sesuatu karena desa telah berdaya. Bagi BPD,UU No.6/2014 tentang Desa diharapkan menjadi senjata agar BPD mampu menjalankan pokok dan fungsinya dengan baik.
                                                                                   
Penulis: Minardi Kusuma
Editor:Umi                                                    

source: http://www.forumdesa.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=80

1 komentar: